T.A.K.D.I.R.

Minggu, 22 Maret 2015
"TAKDIR dan kau tidak akan bisa mengubahnya..."

Jika kau mencariku, carilah aku di antara mereka yang mencintaimu dalam diam, yang mengagumimu dalam diam, yang menginginkanmu juga dalam diam.

Jika kau mencariku, carilah aku di antara mereka yang mencintaimu tanpa mengajukan syarat untuk kau membalasnya.

Jika kau mencariku, carilah aku di antara mereka yang selalu merasa tidak patut berjalan bersisian denganmu, yang selalu merasa tidak cantik, yang selalu merasa seperti debu yang diinjak- injak oleh kau yang maha raksasa.

Jika kau mencariku, carilah aku di sana. Aku menunggumu hingga cintaku yang dalam diam, cintaku yang tanpa syarat, juga cintaku yang tidak pantas ini mengetuk saru sisi dari daun pintu hatimu.

Jika kau mencariku, carilah aku di sana. Ketahuilah, cintaku yang sesederhana ini tidak pernah beranjak seperempat sentipun. Ketahuilah, cintaku yang sesederhana ini tidak pernah berubah dari bentuknya semula. Seperti TAKDIR...


The day after tomorrow...

Ketika angin datang menerpa kesendirian, sebuah pertanyaan dari hati berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Apakah kau merindukannya?"

Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Ketika angin datang menerpa penantian yang terasa begitu amat panjang, sebuah pertanyaan dari hati berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Apakah kau masih merindukannya?"

Lagi. Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Ketika angin datang kembali, menerpa kesetiaan yang kokoh bak bongkahan gunung, sebuah pertanyaan dari hati tak lelah berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Mengapa kau tak menjawab?"

Tetap. Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Angin tak datang lagi. Tidak lagi mengusik kesendirian. Tidak lagi mengganggu penantian. Tidak lagi menggoda kesetiaan. Sebuah pertanyaan dari hati tak perlu lagi berlari- lari menuju telinga. Sebuah pertanyaan dari hati tak perlu lagi menunggu di lekukan sebuah bibir.

Ya. Karena jawabannya akan muncul di hati. Tidak di bagian tubuh manapun.

Dan kapan jawaban itu muncul?

Maybe tomorrow. Maybe the day after tomorrow...

Padamu...

Rabu, 18 Maret 2015
Aku mencintainya.
Bertahun- tahun.
Tak ada seperempat detikpun dari tahun- tahun itu aku terlepas dari cara tertawanya.
Cara bicaranya.
Cara berjalannya.
Cara menatapnya.

Aku katakan, aku ingin dia.
Lebih dari kata ingin.
Aku merasa ingin mati saja jika tak bisa memilikinya.
Ya. Ini cinta mungkin.
Ya. Ini cinta mati mungkin.

Mungkin.

Lalu aku belajar merangkak.
Mulai mengerti sepatah dua pelajaran.
Sepertinya ini yang dikenal orang sebagai ambisi.
Sepertinya ini yang dikenal orang sebagai nafsu.
Mereka beda tipis.
Ya. Ini bukan cinta mungkin.
Ya. Ini bukan cinta mati mungkin.

Padamu aku temukan jawabannya.
Padamu, lelaki yang tanpa banyak bicara aku mengerti inginnya.
Padamu aku temukan isyaratnya.
Bahwa cinta adalah merelakan.
"Pada siapa?" Aku bertanya.
"Pada yang memiliki hatimu dan hatinya."

Jika...

Minggu, 15 Maret 2015
"Jika rasa cinta ini tak mampu bertemu fisik maka segera sudahi, sebelum menyisakan sakit yang dalam. Rabb..."

Seuntai kalimat dari seorang sahabat sekaligus saudari tercinta. Terenyuh mendengar beliau mengatakan hal demikian. Seakan- akan mewakili perasaan yang bergemuruh dalam hati beberapa hari terakhir.

"Jika rasa cinta ini tak mampu bertemu fisik maka segera sudahi, sebelum menyisakan sakit yang dalam. Rabb..."

Seuntai kalimat dari sahabat sekaligus saudari tercinta. Terenyuh mendengar beliau mengatakan hal demikian. Dan ini, akhirnya mengambil bagian dari do'a yang kupanjatkan di setiap hela nafas. Dalam penantian panjang tanpa jeda. Dalam pencarian hati untuk mengenal fitrahnya..

"Jika rasa cinta ini tak mampu bertemu fisik maka segera sudahi, sebelum menyisakan sakit yang dalam. Rabb..."

Aamiin ya Mujibassailiin...