The day after tomorrow...

Minggu, 22 Maret 2015
Ketika angin datang menerpa kesendirian, sebuah pertanyaan dari hati berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Apakah kau merindukannya?"

Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Ketika angin datang menerpa penantian yang terasa begitu amat panjang, sebuah pertanyaan dari hati berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Apakah kau masih merindukannya?"

Lagi. Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Ketika angin datang kembali, menerpa kesetiaan yang kokoh bak bongkahan gunung, sebuah pertanyaan dari hati tak lelah berlari- lari kecil menuju telinga. Berbisik: "Mengapa kau tak menjawab?"

Tetap. Bibir terkunci. Rapat. Diam. Bisu.

Angin tak datang lagi. Tidak lagi mengusik kesendirian. Tidak lagi mengganggu penantian. Tidak lagi menggoda kesetiaan. Sebuah pertanyaan dari hati tak perlu lagi berlari- lari menuju telinga. Sebuah pertanyaan dari hati tak perlu lagi menunggu di lekukan sebuah bibir.

Ya. Karena jawabannya akan muncul di hati. Tidak di bagian tubuh manapun.

Dan kapan jawaban itu muncul?

Maybe tomorrow. Maybe the day after tomorrow...

0 komentar:

Posting Komentar